Rabu, 20 Maret 2013

TUGAS 2 (Metode Ilmiah dan Analisis Kasusnya)


TUGAS 2 (Metode Ilmiah dan Analisis Kasusnya)
 

Metode ilmiah atau proses ilmiah merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisis. Ilmuwan melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alam. Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan melakukan eksperimen. Jika suatu hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.
 

Unsur utama metode ilmiah adalah pengulangan empat langkah berikut : 
  1. Karakterisasi (pengamatan dan pengukuran).
  2. Hipotesis (penjelasan teoretis yang merupakan dugaan atas hasil pengamatan dan pengukuran) Prediksi (deduksi logis dari hipotesis). 
  3. Eksperimen (pengujian atas semua hal di atas).
Karakterisasi :
Metode ilmiah bergantung pada karakterisasi yang cermat atas subjek investigasi. Dalam proses karakterisasi, ilmuwan mengidentifikasi sifat-sifat utama yang relevan yang dimiliki oleh subjek yang diteliti. Selain itu, proses ini juga dapat melibatkan proses penentuan (definisi) dan pengamatan. pengamatan yang dimaksud seringkali memerlukan pengukuran dan atau perhitungan yang cermat. Proses pengukuran dapat dilakukan dalam suatu tempat yang terkontrol, seperti laboratorium. Proses pengukuran sering memerlukan peralatan ilmiah khusus seperti termometer, spektroskop, atau voltmeter, dan kemajuan suatu bidang ilmu biasanya berkaitan erat dengan penemuan peralatan semacam itu. Hasil pengukuran secara ilmiah biasanya ditabulasikan dalam tabel, digambarkan dalam bentuk grafik, atau dipetakan, dan diproses dengan perhitungan statistika seperti korelasi dan regresi. 


Prediksi dari Hipotesis :
Hipotesis yang berguna akan memungkinkan prediksi berdasarkan deduksi. Prediksi tersebut
mungkin meramalkan hasil suatu eksperimen dalam laboratorium atau pengamatan suatu fenomena di alam. Prediksi tersebut dapat pula bersifat statistik dan hanya berupa probabilitas. Hasil yang diramalkan oleh prediksi tersebut haruslah belum diketahui kebenarannya. Jika hasil yang diramalkan sudah diketahui, hal itu disebut konsekuensi dan seharusnya sudah diperhitungkan saat membuat hipotesis. Jika prediksi tersebut tidak dapat diamati, hipotesis yang mendasari prediksi tersebut belumlah berguna bagi metode yang bersangkutan dan harus menunggu metode yang mungkin akan datang. Sebagai contoh, teknologi atau teori baru boleh jadi memungkinkan eksperimen untuk dapat dilakukan.

Eksperimen :

Setelah prediksi dibuat, hasilnya dapat diuji dengan eksperimen. Jika hasil eksperimen bertentangan dengan prediksi, maka hipotesis yang sedak diuji tidaklah benar atau tidak lengkap dan membutuhkan perbaikan atau bahkan perlu ditinggalkan. Jika hasil eksperimen sesuai dengan prediksi, maka hipotesis tersebut boleh jadi benar namun masih mungkin salah dan perlu diuji lebih lanjut. Eksperimen tersebut dapat berupa eksperimen klasik di dalam laboratorium atau ekskavasi, arkeologis. Pencatatan juga akan membantu dalam reproduksi eksperimen.

 

Karakteristik Metode Ilmiah : 
  1. Bersifat kritis analistis, artinya metode menunjukkan adanya proses yang tepat untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan metode untuk pemecahan masalah.
  2. Bersifat logis, artinya dapat memberikan argumentasi ilmiah. Kesimpulan yang dibuat secara rasional berdasarkan bukti-bukti yang tersedia. 
  3. Bersifat obyektif, artinya dapat dicontoh oleh ilmuwan lain dalam studi yang sama dengan kondisi yang sama pula. 
  4. Bersifat konseptual, artinya proses penelitian dijalankan dengan pengembangan konsep dan teori agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. 
  5. Bersifat empiris, artinya metode yang dipakai didasarkan pada fakta di lapangan./=
Langkah-Langkah Metode Ilmiah : 
  • Masalah : berawal dari adanya masalah yang dapat digali dari sumber empiris dan teoretis, sebagai suatu aktivitas pendahuluan. Agar masalah ditemukan dengan baik memerlukan fakta-fakta empiris dan diiringi dengan penguasaan teori yang diperoleh dari mengkaji berbagai literatur relevan.
  • Rumusan masalah: Masalah yang ditemukan diformulasikan dalam sebuah rumusan masalah, dan umumnya rumusan masalah disusun dalam bentuk pertanyaan. 
  • Pengajuan hipotesis: Masalah yang dirumuskan relevan dengan hipotesis yang diajukan. Hipotesis digali dari penelusuran referensi teoretis dan mengkaji hasil-hasil penelitian sebelumnya. 
  • Metode strategi pendekatan penelitian : Untuk menguji hipotesis maka peneliti memilih metode strategi pendekatan desain penelitian yang sesuai. 
  • Menyusun instrumen penelitian : Langkah setelah menentukan metode/strategi pendekatan, maka peneliti merancang instrumen penelitian sebagai alat pengumpulan data, misalnya angket, pedoman wawancara, atau pedoman observasi, dan melakukan pengujian validitas dan reliabilitas instrumen agar instrumen memang tepat dan layak untuk mengukur variabel penelitian. 
  • Mengumpulkan dan menganalisis data : Data penelitian dikumpulkan dengan Instrumen yang kemudian dilakukan pengolahan dan analisis data dengan menggunakan alat-alat uji statistik yang relevan dengan tujuan penelitian atau pengujian secara kualitatif. 
  • Simpulan: Langkah terakhir adalah membuat simpulan dari data yang telah dianalisis Melalui kesimpulan maka akan terjawab rumusan masalah dan hipotesis yang diajukan dapat dibuktikan kebenarannya.
Contoh kasus
Serangan penyakit virus kuning pada tanaman cabai telah menimbulkan kerugian besar bagi petani di daerah-daerah sentra cabe di Pulau Jawa dalam 3 tahun terakhir ini karena akibat serangan geminivirus tersebut menurunkan produksi cabe hingga jauh dari produksi normal, yang kemudian berdampak melonjaknya harga cabe dipasaran. Mengetahui virus penyebab penyakit secara pasti dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sangat penting untuk menentukan tindakan pengendalian yang

tepat.

Penyakit kuning keriting cabai yang disebabkan oleh geminivirus merupakan penyakit utama. tanaman cabai di Indonesia sejak tahun 1999 dan tahun 2000 sudah terjadi epidemi penyakit ini. Terjadinya epidemi diduga sangat berhubungan dengan aktifitas serangga vektornya, kutu kebul (Bemicia tabaci Genn). Hubungan virus dengan vektornya ditentukan berdasarkan efisiensi penularan. 

  • Periode makan akuisisi
  • Periode makan inokulasi dan 
  • Jumlah serangga untuk penularan.
Serangga vektor B. tabaci merupakan vektor yang sangat efektif, karena hanya dengan satu ekor vektor yang viruliferus telah dapat menularkan virus penyebab penyakit kuning keriting cabai. Serangga vektor B. tabaci biotipe non B asal Bogor, dan Pesisir Selatan sudah mampu menularkan virus setelah 15 menit melakukan akuisisi, dan inokulasi. Periode akuisisi dan inokulasi yang optimal untuk menularkan virus adalah 6-12 jam. Efektifitas penularan virus oleh serangga vektor ditentukan oleh strain geminivirus. B. tabaci dari lokasi yang sama dengan strain geminivirus akan lebih efektif menularkan geminivirus dibandingkan dengan strain geminivirus asal lokasi geografis yang berbeda. Efektifitas penularan akan meningkat dengan bertambahnya waktu akuisisi, inokulasi dan jumlah serangga vektor.

Tanaman yang terserang gemini virus secara umum gejala-gejala yang dapat diamati adalah helai daun mengalami “vein clearing”, dimulai dari daun-daun pucuk, berkembang menjadi warna kuning yang jelas, tulang daun menebal dan daun menggulung keatas (cupping). Infeksi lanjut dari geminivirus menyebabkan daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang, tanaman kerdil dan tidak berbuah. Pengamatan lapang menunjukkan pertanaman cabai merah yang 100% terserang tidak menghasilkan buah sama sekali.

Analisis :

Dari contoh kasus diatas saya kaitkan dengan metode ilmiah berikut analisisnya :

Kesimpulan Pertama atau Kesimpulan Sementara :


Penyakit kuning keriting cabai yang disebabkan oleh geminivirus merupakan penyakit utama. tanaman cabai di Indonesia sejak tahun 1999 dan tahun 2000 sudah terjadi epidemi penyakit ini. Terjadinya epidemi diduga sangat berhubungan dengan aktifitas serangga vektornya, kutu kebul (Bemicia tabaci Genn). Hubungan virus dengan vektornya ditentukan berdasarkan efisiensi penularan.

Pengujian Hipotesis :

Serangga vektor B. tabaci merupakan vektor yang sangat efektif, karena hanya dengan satu ekor vektor yang viruliferus telah dapat menularkan virus penyebab penyakit kuning keriting cabai. Serangga vektor B. tabaci biotipe non B asal Bogor, dan Pesisir Selatan sudah mampu menularkan virus setelah 15 menit melakukan akuisisi, dan inokulasi. Periode akuisisi dan inokulasi yang optimal untuk menularkan virus adalah 6-12 jam. Efektifitas penularan virus oleh serangga vektor ditentukan oleh strain geminivirus. B. tabaci dari lokasi yang sama dengan strain geminivirus akan lebih efektif menularkan geminivirus dibandingkan dengan strain geminivirus asal lokasi geografis yang berbeda. Efektifitas penularan akan meningkat dengan bertambahnya waktu akuisisi, inokulasi dan jumlah serangga vektor.

Tanaman yang terserang gemini virus secara umum gejala-gejala yang dapat diamati adalah helai daun mengalami “vein clearing”, dimulai dari daun-daun pucuk, berkembang menjadi warna kuning yang jelas, tulang daun menebal dan daun menggulung keatas (cupping). Infeksi lanjut dari geminivirus menyebabkan daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang, tanaman kerdil dan tidak berbuah. Pengamatan lapang menunjukkan pertanaman cabai merah yang 100% terserang tidak menghasilkan buah sama sekali.

Kesimpulan Akhir :

Penyakit kuning yang menyerang tanaman cabai dapat merugikan petani. Karena biasanya tanaman cabai yang berwarna merah jika terkena Gemini virus tidak dapat berbuah sama sekali maka dari itu butuh pengendalian khusus untuk menanganinya.

Sumber

http://blog.umy.ac.id/habibi/2011/12/01/hama-dan-penyakit-padi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar